“Sebagai tanda kesusksesan seseorang, bahwa sukses tidak hanya diukur dari berapa materi yang didapatkan, tetapi sukses juga diukur sejauh mana hati menerima ketentuan” (yai Wawan)
Beliau sebagai orang tua ideologis kami, orang tua spiritual, maupun orang tua asuh tak pernah berhenti mengingatkan bahwa yang namanya kesuksesan, keberhasilan, maupun pencapaian yang bersifat materi jangan dijadikan patokan utama dalam menjalani keberlangsungan kehidupan. Tetapi harus menempatkan hati terhadap penerimaan apa yang sudah menjadi garis untuk ditakdirkan sebagai pedoman vertikal. Jika dimaknai lebih luas, menerima ketetapan adalah sifat batin yang berasal dari internal didalam hati.
Seorang miliader asal Amerika Serikat, Robert Rozenkranz dalam buku terbarunya The stoic capitalis menyampaikan pesan yang sangat menusuk kesadaran modern. “Jika anda terus mengejar angka (materi), anda akan merasa kurang. Tapi jika anda mengejar ketenangan batin, anda akan merasa cukup. Dan itulah kesusksesan sejati.
ketenangan batin inilah yang akan terpancar pada sisi lahiriyah melalui rasa menerima kenyataan yang merupakan sebuah pencapaian tersendiri dalam nuansa kehidupan yang penuh keteduhan dan kesunyian. Bahwa sukses bukan berdasarkan standart dan kiblat modernitas, dan kapitalisme barat yang mengukur segalannya hanya dari lahiriyah dan materi semata, seolah sukses hanya soal uang dan pencapaian external namun melupakan internal diri manusia yang lebih substansial dan esensial dalam kehidupan. karena hidup bukan hanya soal senang tapi juga tenang, bukan hanaya soal penampilan tapi juga kenyamanan dari ketenangan dan kenyamanan inilah akan muncul rasa menerima dalam expresi, sikap prilaku dalam kehidupannya, sebagaimana dawuh Ibnu atoillah assakandari “Apa yang tersimpan di kedalaman batin akan tampak pada penampilan lahir”. dan rasa menerima takdir inilah kebahagian hidup akan dirasakan dimana kita bisa berdamai dengan takdir dan dan menerima kenyataan
pada sisi yang lain Perlu untuk diingat bahwa pemegang kendali kehidupan bagi orang beragama adalah Allah SWT, maka tentu senada dalam pemahaman hadits dalam ringkasan hadits riwayat imam Muslim disampaikan :
Jika kalian semua lapar, siapa yang memberi makan ? Jika kalian telanjang, siapa yang memberikan pakaian ? Jika kalian berbuat dosa, siapa yang mengampuni ? Jika orang tersebut meyakini kebenaran agama Islam pasti jawabannya adalah Allah Swt.
Alhasil, bahwa hidup kita bukan lah atas kehendak kita maka hidup kita bukanlah hidup kita juga sebenarnya karena hidup kita atas anugrah, Irodah dan titah hidup yang diberikan Allah SWT, sehingga menjadi sebuah pengingat bahwa sukses ataupun berhasil bukan bagaimana atas kemauan kita dan standard Manusia, melainkan atas standart Allah sebagai acuan utamanya dengan menerima segala ketentuan Nya.