hubungan sosial memiliki unity atau satu kesatuan yang saling berhubungan dan sangat diperhatikan maslahat muamalahnya dalam islam, tentu untuk menghasilkan hubungan sosial yang saling menebar kebaikan maka dibutuhkan seperangkat aturan, dan islam sesungguhnya sudah mengatur dengan tertibnya tentu berdasarkan etika dan estetika kehidupan
seperti halnya contoh hubungan suami istri, perintah istri mentaati suami menjadi sesuatu yang tidak boleh tidak dilakukan oleh istri, artinya istri mempunyai kewajiban mentaati suami kecuali perintah yang melanggar aturan agama sebagaimana hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
hal ini tidak serta merta hanya istri yang dituntut demikian naman diikuti dengan kewajiban suami memberikan nafkah dengan memperlakukan seorang istri dengan معروف serta menjadi penanggung jawab keterjagaan keluarga dari siksa api neraka Sebagaimana Firman Allah dalam Alquran surat an-Nisa ayat 19 yang berbunyi:
یٰۤاَیُّهَا الَّذِیْنَ اٰمَنُوْا لَا یَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًاؕ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَاۤ اٰتَیْتُمُوْهُنَّ اِلَّاۤ اَنْ یَّاْتِیْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَیِّنَةٍۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ-فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَیْــٴًـا وَّیَجْعَلَ اللّٰهُ فِیْهِ خَیْرًا كَثِیْرًا
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Dan hadits baginda rasul beliau SAW bersabda :
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian di antara kalian adalah yang terbaik kepada istri-istrinya.” (HR. Tirmidzi)
Dalam struktur sosial yang lebih luasnya misalnya yakni antara pemerintah dan rakyat, Kewajiban rakyat kepada seseorang Penguasa adalah mentaati apa yang menjadi kebijakan yang membawa kemaslahatan. Ketaatan kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits sangat banyak sekali. Dalil di dalam Al-Qur’an di antaranya adalah firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4]: 59)
namun pada aspek yang lain pemerintah Juga memiliki aspek hukum dan tanggung jawab secara moril yang dituntut Untuk Syara’ menyelenggarakan kehidupan yang baik nan adil dan kemaslahatan yang lebih luas sebagaimana Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Artinya, “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS Shad [38]: 26).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, ayat ini menjadi dasar bahwa seorang pemimpin harus menjalankan amanah kepemimpinannya dengan penuh rasa tanggung jawab. Balasan untuk pemimpin yang zalim adalah siksa pedih yang sudah Allah siapkan di akhirat kelak. (Ibnu Kastir, Tafsir Al-Qur’anil ‘Adzim, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1988], juz IV, h. 29).
Dalal hirarkis biologispun islam memerintahkan Seorang Anak mempunyai keharusan Untuk berbakti dan berbuat baik kepada Kepada kedua orang tua bahkan dalam hadits di sebutkan ridho nya Allah tergantung kepada keridhaan orang tua, Begitu pun murka nya Allah tergantung bagaimana murka kedua orang tua
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِ
Tentu kebaktian dan ketaatan yang sejalan dengan syara’ Ketika ditemukan yang bertentangan dengan agama tentu tidak wajib diikuti namun kewajiban taat kepada orang tua ini sejalan dan berbanding Lurus dengan pengorbanan kedua orang tua, dan tugas kewajiban mendidik merawat menjaga Anaknya
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ حَدَّثَنَا
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.”
Sehingga dalam islam tidak ada yang dimarjinalkan atau terdiskriminasi Ketika semua menjalankan berdasarakan peranan proporsionalnya masing masing