“Jihad santri jayakan negeri” mengusung sebuah tema yang sangat bermakna dalam menjawab tantangan zaman, relevan dengan keadaan sekarang yang penuh akan tantangan serta merambahnya kompleksitas kehidupan. Jihad bukan lagi tentang pertempuran fisik, bukan lagi tentang lecutan peluru, melainkan perjuangan melawan kenestapaan hidup dengan menguatkan intelektualitas – religiusitas pada identitas seorang santri.
Huruf “Nun” sebagai simbol pengetahuan, mengisyaratkan sumber pengetahuan manusia pada dasarnya ada yang didapatkan langsung dari tuhan, akal, dari bentuk berpikir rasional dan melalui hati didapatkan dengan cara intuisi. Bicara tentang pengetahuan yang didapatkan melalui cahaya ilahi, pengetahuan semacam ini tidak membutuhkan instrumen belajar mengajar atau perantara media. Secara garis besar, struktur manusia terdiri dari jiwa dan raga, yaitu jasmani dan Ruhani materi dan immateri. Dualisme manusia apabila jiwanya dalam kondisi baik maka perilaku ragawi yang diperankan oleh raga manusia tersebut akan mengarah pada kebaikan.
Dinamika tingkat pengetahuan yang dialami santri dipengaruhi oleh hati dan logika (intelektual). jikalau dominan dikendalikan oleh jasmani yang ada logika keluar menjadi pemenang. Begitu pula sebaliknya intuisi hati akan terealisasi jikalau Ruhani menguasai diri. Realita seorang santri saat ini terletak pada tingginya dimensi religius dan lemah akan dimensi rasional. Kesempurnaan itu terdapat pada perpaduan, pencangkupan dan penggabungan antara hati (wilayah spiritual) dan akal (wilayah pengetahuan) sehingga akan berjalan beriringan menjadi entitas pengetahuan yang utuh.
Pengetahuan manusia tidak hanya rasional dan empiris melainkan religius dan spiritual. Menyoal pengetahuan yang sifatnya rasional dan empiris menjadikan paradigma pandangan manusia tersebut berputat hanya mengandalkan akal. sedangkan, manusia religius seperti santri dalam keagamaannya tidak bisa serta merta monistik menggunakan akal saja. Oleh karena itu, pengetahuan manusia perlu dibumbui religius dan spiritual. Terkadang pengetahuan religius dan spiritual tertolak oleh akal, tetapi manusia bisa mempercayai dengan namanya keimanan.
Dengan menilik perkembangan teknologi semakin cepat yang mampu melahirkan teknologi buatan dari rahim manusia seperti robot dengan segala kemampuan kecerdasan buatan AI (Artificial intelegence). Tantangan seperti ini seharusnya bisa dihadapi santri dengan penguatan intelektualitas dan religiusitas. Mengapa perlu adanya sisi religiusitas ? Karena keduanya memiliki konektifitas yang saling melengkapi, jika manusia hanya mengandalkan intelegensi yang ada akan mengalami keegosentrisan diri, layaknya robot dia tidak memiliki nilai kemanusiaan dan jiwa multikultural. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hasanuddin Chare dkk yang berjudul “Ontologi huruf Nun menuju titik semiotik” Dalam tradisi sufi, titik di tengah nun adalah mata akal yang berpusat di hati, bukan akal intelek modern yang berpusat di otak. Dengan diperingati hari santri nasional 2023. santri sebagai embrio emas pahlawan pendidikan, pemegang estafet cendekiawan, serta perjuangan dalam melawan kebodohan diharapkan mampu untuk menyeimbangkan kedua dimensi tersebut yang ditimbulkan dari hiruk pikuk arus modernisasi zaman.
Oleh: CM