Oleh: Ustadz Musyafa’ Fatoni
Hikmah kedua didalam Pelajaran idul adha adalah diberikannya oleh istri nabi Ibrahim Alaihissalam yakni sayyidah Hajar. Beliau mengikuti nabi Ibrahim datang ke tanah yang tandus. Bahkan Ibnu Katsir dalam kitab Al-bidayah Wa nihayah meriwayatkan nabi Ibrahim meninggalkan mereka berdua hanya dengan berbekal sekarung kurma dan kantung air yang mungkin hanya cukup untuk beberapa hari saja. Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail. Di tengah padang pasir harapan untuk mendapatkan makanan dan minuman rasanya seperti mustahil. Tapi sayidah Hajar tetap berusaha mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali yang kemudian diperingati setiap muslim ketika haji dan umroh untuk melaksanakan salah satu rukunnya yakni Sa’i.
Hikmah dari peristiwa di atas adalah tetaplah ber-ikhtiar meski di tengah – tengah cobaan sebelum kita benar – benar ber-tawakkal (pasrah) kepada Allah S.W.T. Kita berusaha untuk mencari rizki yang halal, mencari kesembuhan atau mencari ilmu dengan sungguh -sungguh sebelum pasrah kepada Allah S.W.T. Dan seringkali ketika kita berusaha, hasil itu tidak datang dari apa yang kita inginkan, akan tetapi datang dari Allah. Bagaimana dikisahkan air zam – zam datang di dekat tangan nabi Ismail min haitsu laa yahtasib (tanpa disangka – sangka), sementara yang mencari rizki (ibunya) ketika meniggalkan beliau belum mendapatkan apa – apa.
Mengenai pengertian tawakkal dalam segala hal terutama yang berhubungan dengan rizki, ilmu dan kesembuhan penyakit Imam Ibnu Rojab memberikan konsep tawakkal lewat penjelasan beliau dalam kitab Al-jami’ Al-ulum Wa Al-Hikam sebagai berikut :
واعلم أَنَّ تَحْقِيقَ التَّوَكُّلِ لَا يُنَافِي السَّعْيَ فِي الْأَسْبَابِ الَّتِي قَدَّرَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ الْمَقْدُورَاتِ بِهَا، وَجَرَتْ سُنَّتُهُ فِي خَلْقِهِ بِذَلِكَ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَرَ بِتَعَاطِي الْأَسْبَابِ مَعَ أَمْرِهِ بِالتَّوَكُّلِ، فَالسَّعْيُ فِي الْأَسْبَابِ بِالْجَوَارِحِ طَاعَةٌ لَهُ، وَالتَّوَكُّلُ بِالْقَلْبِ عَلَيْهِ إِيمَانٌ بِهِ،
(ابن رجب الحنبلي ,جامع العلوم والحكم ,2/498)
“ Ketahuilah. Sesungguhnya hakikat tawakkal tidak menafikan (mentiadakan) makhluk dalam usaha mencari sebab yang sudah ditakdirkan oleh Allah. Dan hal tersebut termasuk Sunnatullah yang berlaku terhadap hambanya, karna Allah memerintahkan untuk mencari sebab serta memerintahkan bertawakal. Usaha mencari sebab dengan badan termasuk ta’at kepada Allah. Sementara tawakkal dengan hati termasuk bentuk keimanan kepada Allah.” ( Al-jami’ Al-ulum Wa Al-Hikam. Juz 2. Hal. 498 )
Pelajaran ketiga yang diberikan keluarga nabi Ibrahim Alaihissalam adalah tentang sebuah pengorbanan. Ketika anaknya masih kecil dibawa ke padang pasir yang sangat gersang بوادغير ذي زرع (lembah tanpa tanaman). Yang menurut ukuran banyak orang hal tersebut termasuk menyengsarakan bahkan bisa dikatakan membunuh. Akan tetapi demi perintah Allah, nabi Ibrahim telah berkorban dengan luar biasa. Kemudian setelah anaknya menginjak dewasa, datang perintah dari Allah kepada nabi Ibrahim untuk berkurban dengan menyembelih anaknya nabi Ismail. Persoalannya bukan ragu ini perintah dari Allah atau bukan, karena beliau yakin ini pasti perintah dari Allah. Tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana cara menyampaikan” perintah” tersebut kepada anaknya Ismail. Bagaimanapun seorang anak pasti akan sulit untuk menerima suatu tawaran yang dirasa memberatkan hatinya apalagi ayahnya meskipun seorang nabi. Lebih – lebih perintah untuk dikorbankan. Namun, jawaban nabi Ismail sungguh luar biasa. Beliau siap untuk dikorbankan, dan perististiwa tersebut diabadikan dalam Alqura’an surat As-suffat 102 :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Jika kita melihat segala sesuatu yang besar, segala keberhasilan di dunia ini pasti di belakangnya ada sebuah pengorbanan yang besar. Kalau Islam hari ini bisa sampai ke Asia tenggara terutama Indonesia pasti membutuhkan pengorbanan yang luar biasa dari para ulama dan para wali Allah. Karena tidak ada satupun hasil yang besar tanpa suatu pengorbanan. Dan itu telah dicontohkan dengan sangat baik oleh nabi Ibrahim Alaihissalam. Dari peristiwa di atas, maka seluruh umat islam di dunia memperingati sebagai hari raya Idhul Adha.
Kemudian yang keempat adalah Tarbiyyah (pendidikan). Pendidikan yang telah diberikan oleh nabi Ibrahim beserta istrinya kepada nabi Ismail. Bagaimana nabi Ismail tumbuh menjadi anak yang sangat luar biasa. Nilai pendidikan melebihi segala – galanya. Beliau ketika ditawari ayahnya untuk berkorban langsung mengiyakan. Ini juga menjadi pelajaran begitu pentingnya pendidikan sejak usia dini yang akhirnya bisa membentuk karakter seorang anak ketika mulai tumbuh dewasa, tentunya sesuai dengan kapasitasnya.
Pada akhirnya segala bentuk kesabaran dan pengorbanan nabi Ibrahim membuahkan hasil. Dan sekarang hampir semua umat muslim di dunia khususnya penduduk kota makkah dan sekitarnya merasakan buah dari perjuangan, pengorbanan serta doa nabi Ibrahim. Usaha beliau dalam berdoa juga tidak hanya sekali meski seorang nabi, akan tetapi beliau lakukan berulang – ulang sampai dikabulkan oleh Allah S.W.T sebagaimana telah dijelaskan dalam keterangan kitab Sofwah At-tafasir karya Imam Ali As-shobuni :
{رَّبَّنَآ إني أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي} كرّر النداء رغبةً في الإِجابة وإِظهاراً للتذلل والإلتجاء إلى الله تعالى أي يا ربنا إني أسكنت من أهلي – ولدي إسماعيل وزوجي هاجر – {بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ المحرم} أي بوادٍ ليس فيه زرع في جوار بيتك المحرم، وهو وادي مكة شرفها الله تعالى {رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصلاة فاجعل أَفْئِدَةً مِّنَ الناس تهوي إِلَيْهِمْ} أي ربنا لكي يعبدوك ويقيموا الصلاة أسكنتهم بهذا الوادي فاجعل قلوبَ الناسِ تحنُّ وتسرع إِليهم شوقاً قال ابن عباس: لو قال: (أفئدة الناس) لازدحمت عليه فارس والروم والناسُ كلهم، ولكنْ قال {مِّنَ الناس} فهم المسلمون {وارزقهم مِّنَ الثمرات لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ} أي وارزقهم في ذلك الوادي القفر من أنواع الثمار ليشكروك على جزيل نِعمك، وقد استجاب الله دعاءه فجعل مكة حرماً آمناً يجبى إليها ثمرات كل شيء رِزقاً من عند الله. (محمد علي الصابوني ,صفوة التفاسير ,2/92)
“(Ya Tuhan kami. sesunggunnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku) Beliau nabi Ibrahim mengulang – ulang dalam berdoa karena berharap untuk dikabulkan, serta menampakkan kehinaan dan berlindung di hadapan Allah s,w,t. Ya Tuhanku, Aku menempatkan keluargaku yakni anakku Ismail dan istriku Hajar di lembah tanpa tanaman sekitar rumahmu ( Baitullah ) yang dimulyakan, yaitu kota makkah yang Allah memulyakannya. Ya Tuhanku ( yang demikian itu ) supaya mereka menyembah engkau serta mendirikan shalat yang mana aku menempatkan mereka di lembah ini. Maka jadikanlah hati para manusia bersimpati dan cepat – cepat datang kepada mereka karena begitu rindunya. Ibnu Abbas berkata : andaikata menggunakan kata أفئدة الناس niscaya yang datang semua penduduk manusia mulai bangsa rum dan persia. Tapi beliau menambahkan mereka yang beragama islam. Dan berikanlan mereka rizki di lembah tersebut bermacam – macam tanaman supaya bersyukur atas segala limpahan nikmat engkau. Dan Allah mengabulkan doa nabi Ibrahim. Kemudian menjadikan Makkah sebagai kota suci, aman serta berkumpulnya segala macam tanaman karena rizki dari Allah S.W.T. ( Sofwah At-tafasir. juz 2 hal. 92 )”
Mari kita jadikan apa yang telah menjadi pengorban serta kesabaran nabi Ibrahim beserta keluarganya sebagai uswah dalam kehidupan kita sehari – hari, sebagaimana kita mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad S.A.W. sehingga menambah tingkat ketakwaan kita kepada Allah S.W.T. Amiin ya robbal Alamiin.