Dalam psikologi cinta ada klasifikasi dan distangsi atau pembeda setiap rasa cinta yang muncul dalam benak setiap insan, apabila rasa karena muncul dari kelebihan seseorang itu adalah kekaguman, jika cinta timbul dari kebaikan orang lain kepada kita itu adalah empati, Ketika rasa timbul karena kecantikan dan penampilan kekayaan itu adalah obsesi, namun pada saat rasa itu muncul tanpa kita tau sebab dan sumbernya kenapa kita mencintainya itu adalah cinta yang fitrah alamiyah dan ilahiyah. Problem yang sering tidak di sadari ialah tatkala rasa cinta itu tak terkontrol oleh hati melebihi kadarnya dan tidak bisa direm dalam batas kewajaran nya serta melewati batas etika agama maka tentu cinta itu adalah salah dan berujung derita pada akhirnya. berangkat dari kitab “Al-Minan al-Kubra” halaman 554 dan 555 tentang pengakuan model cinta yang dimiliki oleh sang penulis kitab, Imam Sya’rani, yang dianggapnya sebagai anugerah besar dari Allah bagi beliau. Model cinta bagaimanakah?
Beliau berkata: “Termasuk karunia besar yang Allah anugerahkan kepadaku adalah bahwa cintaku kepada keluargaku adalah cinta atas nama ukhuwah (persaudaraan) dalam Islam, Kalau keluargaku bertambah amal shalihnya, maka bertambahlah cintaku padanya. Kalau keluargaku berkurang amal baiknya, maka berkuranglah cintaku padanya.” Tentu keluarga dalam hal ini bisa banyak konteknya, dapat bermakna institusi pekerjaan kita, rekan bisnis kita, partai politik, masyarakat dan orang terdekat yang setiap saat betatap muka dengan kita, Coba baca berulang kali dan renungkan serta bandingkan dengan cinta kita kepada apa yang kita punya. Cinta beliau itu adalah cinta yang berukur kewajaran ukrowi, dan yang mendekatkan pada ilahi robbi
Kebanyakan kita mencintai “keluarga” kita dengan cinta buta. Jika ada masalah dengan orang lain, keluarga kita harus dianggap yang paling benar dan paling penting. Jika tidak seperti itu maka kita dianggap sebagai suami atau oran tua yang tidak bertanggung jawab, tidak cinta dan tidak setia. Ukurannya bukan benar dan baikna syariah, melainkan mautidaknya membela mati-matian “keluarga” kita apapun dan bagaimanapun. Nah, ini dia yang disebut cinta buta.
Kata Imam Sya’rani, begitu sedikit orang yang memiliki cinta dengan ukuran amal shalih. Ingatkah kita akan koreksi Allah atas “pembelaan” Nabi Nuh saat anaknya akan tenggelam ditelan banjir gara-gara tidak taat kepada beliau? Sebagai orang tua, Nabi Nuh kepikiran dan memohon kepada Allah agar menolong anaknya yang merupakan keluarga inti beliau. Allah menjawab bahwa anakmu itu bukan keluargamu karena tidak berbuat amal shalih.
Dalam Al-Qur’an istri nabi nuh dan nabi lut disebut sebagai imroati namun Ketika berbicara tentang istri nabi Muhammad SAW disebut dengan istilah dengan zauj atau azwaj apa bedanya imroati adalah cinta secara biologis namun tidak secara ideologis/keimanan didalam hati sedangkan zauj atau azwaj cinta secara fisik tapi juga cinta secara hati dan keimanan kepada Ilahi robbi
Saudaraku, sahabatku, cinta itu seperti segitiga pada ahirnya hanya cinta dalam ketaatan kepada Allah azza wajalla yang akan semakin mendekatkan hubungan serta mempererat tali kebersamaannya, begitu pula sebaliknyaKetika kita semakin menjauh kepadaNya maka semakin retak dan jauh pula cinta kita kepada yang kita cinta. mari kita bersemangat mengajak dan mengarahkan orang terdekat kita untuk cinta dan menCintai mereka karena Allah serta kepada Allah, semoga kini dan kelak dikumpulkanNya dalan ridla dan surgaNya.