PENJELASAN DAWUH KH.MAIMUN ZUBAIR: “WONG KAPAN ALIM MESTI URIPE KEPENAK”.


oleh ustad Fauzan


Dalam salah satu dawuhnya, KH. Maimoen Zubair menyampaikan: “Wong kapan alim mesti uripe kepenak. Dene kurang kepenak uripe kerono kurang alim.”

“Orang yang alim pasti hidupnya akan tenang dan nyaman. Sebaliknya, jika hidup terasa kurang nyaman, itu karena kurang alim.”

Dawuh ini begitu dalam maknanya, sehingga mendorong untuk mencari landasan dalil yang mendukungnya. Dalam kitab Tafsir Jalalain pada Surat Al-Baqarah ayat 30, tampak jelas bagaimana ilmu menjadi bekal utama untuk menjalani kehidupan dengan baik dan bahagia.

Allah telah menetapkan Nabi Adam sebagai khalifah pertama di muka bumi:

إني جاعل في الأرض خليفة

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)

Sebagai calon khalifah, Nabi Adam dibekali oleh Allah dengan ilmu yang mencakup segala hal:

وعلم آدم الأسماء كلها

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.” (QS. Al-Baqarah: 31)

Sebagai keturunan Nabi Adam, manusia pun diberi keistimewaan berupa ilmu oleh Allah:

علم الإنسان ما لم يعلم

“Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 5)

Namun, ilmu tidak diperoleh secara instan. Ada proses panjang yang harus ditempuh, sebagaimana digambarkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 31 melalui kata ثم:

ثم عرضهم على الملائكة

“Kemudian Dia mengemukakan semuanya kepada para malaikat.”

Kata “ثم” menunjukkan bahwa ilmu harus diperoleh dengan bertahap dan memerlukan waktu yang cukup. Dalam syair Arab, dijelaskan:

ألا لا تنال العلم إلا بستة * سأنبيك عن مجموعها ببيان
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة * وإرشاد أستاذ وطول زمان

“Ilmu hanya dapat diraih dengan enam perkara: kecerdasan, semangat, kesabaran, bekal, bimbingan guru, dan waktu yang panjang.”

Setelah menerima ilmu, Nabi Adam diuji. Allah memperlihatkan nama-nama yang telah diajarkan kepada Nabi Adam dan meminta para malaikat untuk menyebutkan nama-nama tersebut.

Ketika para malaikat tidak mampu, mereka mengakui kealiman Nabi Adam dengan penuh kerendahan hati:
سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا

“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” (QS. Al-Baqarah: 32)

Pengakuan malaikat menunjukkan bahwa ilmu yang benar akan tampak dari pengakuan pihak lain, termasuk mereka yang lebih senior.

Allah menjelaskan bahwa orang-orang beriman yang diberi ilmu akan diangkat derajatnya lebih tinggi:

يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Hal ini menunjukkan bahwa kealiman tidak hanya membawa ketenangan dalam hidup, tetapi juga menjadikan seseorang mulia di hadapan Allah dan manusia.

Setelah malaikat bersujud hormat kepada Nabi Adam sebagai bentuk penghormatan atas kealiman yang dimilikinya, Allah memberikan kemuliaan lain berupa pasangan hidup:

وقلنا يا آدم اسكن أنت وزوجك الجنة

“Dan Kami berfirman, ‘Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di surga.'” (QS. Al-Baqarah: 35)

Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa ilmu adalah bekal penting sebelum menikah. Seseorang yang alim akan lebih siap menghadapi kehidupan rumah tangga, meskipun tetap tidak terlepas dari ujian, seperti yang dialami Nabi Adam dan Hawa di surga:

ولا تقربا هذه الشجرة

“Dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini.” (QS. Al-Baqarah: 35)

Dari kisah Nabi Adam, dapat dipahami bahwa ilmu adalah kunci kebahagiaan dan kemuliaan hidup, baik di dunia maupun akhirat.

Dawuh KH. Maimoen Zubair memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur’an. Hidup yang tidak nyaman sering kali berasal dari kurangnya ilmu, sedangkan kealiman membawa ketenangan, kemuliaan, dan kebahagiaan.

Semoga kita senantiasa diberi taufik oleh Allah untuk menuntut ilmu dengan kesungguhan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Uncategorized

Comments are disabled.