ARTI “ SANTRI “ DARI PELBAGAI PERSPEKTIF


Setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri. Hal ini berawal dari usulan masyarakat pesantren sebagai momentum untuk mengingat, mengenang, dan meneladani kaum santri yang telah berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia. Usulan tersebut pada mulanya menuai polemik, banyak yang setuju, ada pula yang menolaknya. Beragam alasan penolakan muncul, mulai dari kekhawatiran polarisasi, hingga ketakutan akan adanya perpecahan karena ketiadaan pengakuan bagi selain santri. Namun, Presiden Joko Widodo pada akhirnya memutuskan untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Hal itu dilakukan melalui penandatanganan Keputusan Presiden (Keppres)  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri pada 15 Oktober 2015 silam.

Lalu apa sih arti daripada kata santri tersebut, yang akhirnya menjadikan istilah tersebut dimonumenkan menjadi sebuah hari besar di Negara Indonesia? Mari kita simak paparan berikut ini !

  1. Sebagaimana dikenal oleh khalayak, lanjutnya, santri terdiri dari gabungan antara penggalan kata insan dan bahasa Sanskerta tri. ‘San’ artinya insan manusia, ‘Tri’ artinya orang yang memiliki iman, Islam dan ihsan. Tiga sifat ini melekat dalam jiwanya, sehingga ia mewarnai dirinya dan kehidupan masyarakat serta bernegara.

  2. Di kalangan warga NU (Nahdliyin), istilah santri biasanya dinisbatkan kepada mereka yang tengah menimba ilmu agama Islam di sebuah tempat bernama pesantren. Santri juga bisa diartikan sebagai orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; orang yang saleh (Lihat KBBI).
    “Identitas seorang santri, juga dapat dijabarkan dari makna per huruf yang ada pada kata santri,” terang Ustadz Hari Surasman, saat mengisi ceramah pada kegiatan Pengajian Dzikir dan Sholawat Sariro di kompleks Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan, Surakarta, Ahad, (3/4). Menurut kiai asal Salatiga tersebut, kata santri (سنتري) dalam bahasa Arab, terdiri dari 5 huruf, yakni sin, nun, ta’, ro’, dan ya’. “Pertama, seorang santri harus menjadi saabiqul khoir atau pelopor kebaikan, di manapun ia berada,” tukas dia. Kemudian penjabaran dari huruf nun, naasibul ulama (penerus ulama). Santri merupakan para kader, calon yang kelak diharapkan akan menjadi penerus para ulama. Ketiga huruf ta’, yaitu taarikul ma’ashi (meninggalkan maksiat),” tuturnya. Sedangkan huruf ro’ dan ya’ dijabarkan sebagai syarat yang mesti dimiliki para santri, yaitu Ridho Allah dan sifat yaqin.

Kelima hal inilah, yang mesti menjadi karakter dan syarat yang dimiliki para santri agar bisa berhasil dalam kehidupannya di dunia maupun akhirat. Sementara itu, salah satu pengajar di SMA Al-Muayyad, Agus Himawan menjelaskan, selain mengikuti kegiatan dzikir dan sholawat, para santri Al-Muayyad yang akan mengikuti Ujian Nasional juga diajak berziarah ke sejumlah makam ulama di Solo. “Selain untuk mengharap berkah, kami juga ingin para santri tidak lupa sejarah para ulama, serta menyemai benih cinta mereka terhadap ulama,” tutur dia.

3. Menurut Gus Muwafiq, kata ‘santri’ bukanlah kosa kata bahasa Arab melainkan bahasa Nusantara. Dalam Bahasa Arab, santri disebut tilmidzun, atau muridun, artinya orang belajar.   Setelah Islam masuk ke Indonesia, lanjut dia, penyebutan kosa kata bahasa Arab tersebut berubah dengan kata ‘santri’ yang artinya orang yang belajar kitab suci. Sehingga kosa kata santri tidak bisa ditasrif seperti menasrif kalimat-kalimat bahasa Arab dalam ilmu nahwu-shorof.  

4. KH Mustofa Bisri (Gus Mus) memberikan defini tersendiri tentang makna seorang santri. Terapat enam definisi yang disampaikan Gus Mus. “Santri adalah murid kiai yang dididik dengan kasih sayang untuk menjadi mukmin yang kuat (yang tidak goyah imannya oleh pergaulan, kepentingan, dan adanya perbedaan),” kata Gus Mus  melalui akun media sosialnya, Senin (22/10).  Santri juga adalah kelompok yang mencintai negaranya, sekaligus menghormati guru dan orang tuanya kendati keduanya telah tiada. “Yang mencintai tanah airnya (tempat dia dilahirkan, menghirup udaranya, dan bersujud di atasnya) dan menghargai tradisi-budaya-nya.  Yang menghormati guru dan orang tua hingga tiada,” lanjut Gus Mus. Seorang santri, lanjut Gus Mus adalah kelompok orang yang memiliki kasih sayang pada sesama manusia dan pandai bersyukur. “Yang menyayangi sesama hamba Allah; yang mencintai ilmu dan tidak pernah berhenti belajar (minal mahdi ilãl lahdi); Yang menganggap agama sebagai anugerah dan sebagai wasilah mendapat ridha tuhannya. Santri ialah hamba yang bersyuku,” kata Gus Mus.

5. menurut KH. Saifuddin Zuhri. “Menurut beliau, kata santri berasal dari bahasa Inggris sun dan three, artinya tiga cahaya. Hal ini karena santri itu suci dalam tiga hal, yaitu akidah, syariat, dan akhlak.”

6. Salah satu versi mengenai asal usul istilah “santri”, seperti dikutip dari buku Kebudayaan Islam di Jawa Timur: Kajian Beberapa Unsur Budaya Masa Peralihan (2001) karya M. Habib Mustopo, mengatakan kata “santri” berasal dari bahasa Sanskerta. Istilah “santri”, menurut pendapat itu, diambil dari salah satu kata dalam bahasa Sanskerta, yaitu sastri yang artinya “melek huruf” atau “bisa membaca”. Versi ini terhubung dengan pendapat C.C. Berg yang menyebut istilah “santri” berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti “orang yang mempelajari kitab-kitab suci agama Hindu”.Baca selengkapnya di artikel “Sejarah Santri: Asal Usul Kata Santri dari Bahasa Sanskerta?”, 

7. Nurcholis Madjid lewat buku Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999) menautkan pendapat tersebut dengan menuliskan bahwa kata “santri” bisa pula berasal dari bahasa Jawa, yakni cantrik yang bermakna “orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya”. Baca selengkapnya di artikel “Sejarah Santri: Asal Usul Kata Santri dari Bahasa Sanskerta?”, 

8 Menurut ulama dari Pandeglang, Banten, K.H. Abdullah Dimyathy, huruf sin merujuk pada satrul al ‘awroh atau “menutup aurat”; huruf nun berasal dari istilah na’ibul ulama yang berarti “wakil dari ulama”; huruf ta’ dari tarkul al ma’ashi atau “meninggalkan kemaksiatan”; serta huruf ‘ro dari ra’isul ummah alias “pemimpin umat”. Sedangkan dalam pandangan K.H. M.A. Sahal Mahfudz, Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1999-2014, kata “santri” berasal dari bahasa Arab yakni santaro yang berarti “menutup”. Santri adalah orang yang belajar, bukan justru menutup. Maka, dikutip dari jurnal Ulul Albab (2014) seorang santri mustahil santaro. Baca selengkapnya di artikel “Sejarah Santri: Asal Usul Kata Santri dari Bahasa Sanskerta?”, 

9.K.H. Ma’ruf Amin saat menjabat sebagai Rais ‘Aam PBNU menegaskan, sebutan santri bukan hanya diperuntukkan bagi orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab. Namun, santri adalah orang-orang yang meneladani para kiai. “Santri adalah orang-orang yang ikut kiai, apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kiai, manut [patuh] kepada kiai. Itu dianggap sebagai santri walaupun dia tidak bisa baca kitab, tapi dia mengikuti perjuangan para santri,” papar Ma’ruf Amin dilansir NU Online. Baca selengkapnya di artikel “Sejarah Santri: Asal Usul Kata Santri dari Bahasa Sanskerta?”, 

10. Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj. Menurut dia, santri adalah umat yang menerima ajaran-ajaran Islam dari para kiai. Para kiai itu belajar Islam dari guru-gurunya yang terhubung sampai Nabi Muhammad. Said Aqil Siroj menambahkan, santri menerima Islam dan menyebarkannya dengan pendekatan budaya yang berakhlakul karimah, bergaul dengan sesama dengan baik. Santri juga menghormati budaya, bahkan menjadikannya sebagai infrastruktur agama, kecuali budaya yang bertentangan ajaran Islam. “Santri itu jelas, adalah orang-orang yang menindaklanjuti dakwah dengan budaya seperti yang dilakukan Walisongo. Dakwah seperti itu yang jelas ampuh, efektif,” tandas Said Agil Siroj. Baca selengkapnya di artikel “Sejarah Santri: Asal Usul Kata Santri dari Bahasa Sanskerta?”, 

Sedangkan menurut Menteri Agama RI 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, santri juga memuat makna sebagai duta perdamaian. “Santri adalah pribadi yang mendalami agama Islam yang berasal dari akar kata salam yang artinya kedamaian. Itulah inti jiwa santri,” ujarnya, dikutip dari JPNN. Tugas santri, lanjut Lukman, adalah menebarkan kedamaian kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Ia juga mengungkapkan salah satu ciri dari seorang santri, yakni memiliki kecintaan yang luar biasa kepada tanah air karena mencintai tanah air adalah sebagian dari iman. “Mengamalkan kewajiban sebagai warga negara, hakikatnya mengamalkan ajaran agama kita,” tegas Lukman Hakim. Baca selengkapnya di artikel “Sejarah Santri: Asal Usul Kata Santri dari Bahasa Sanskerta?”, 

Dari sekian banyak paparan di atas coba kita resapi dan grayangi awak dwe (lihat diri sendiri), apakah kita sudah benar-benar pantas atau bisa sesuai dengan yang dinamakan sebagai sosok SANTRI? Apabila memang belum mari sama-sama kita kembali pelajari arti sejati arti kata santri tersebut dengan terus belajar untuk memperbaiki diri supaya memang kita tidaklah hanya sebatas menang gembor-gembor mengatasnamakan santri namun tidak sesuai dengan istilah sejati santri itu sendiri, na’udzubillah…

Tiada lain hal ini catatan ini adalah bermaksud untuk semakin membuka cakrawali daripada diri pribadi untuk terus berusaha menjalankan amanah sebagai sosok Muslim yang dimana peranannya jikalau tidak sesuai akan merugikan banyak pihak, namun jikalau sesuai insyaAllah kita sekalian akan mendapatkan keberkahannya dan pihak lain bahkan makhluk lain akan merasakan sebuah kemanfaatan yang ditebarkan di dalamnya, yang sehingga sinergi dengan sabda Nabi SAW “ sebaik-baik manusia adalah yang mampu bermanfaat bagi yang lainnya “ . sekian Wallahu a’lam bisshowaab…

(oleh ustad Wafa al-Hakim)

Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/rais-aam-pbnu-jelaskan-makna-santri-sonRA

Sumber: https://www.nu.or.id/fragmen/sejarah-hari-santri-XE9hw

Sumber: https://nu.or.id/daerah/5-makna-penting-seorang-santri-ho3f8

Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/gus-muwafiq-jelaskan-asal-usul-kiai-santri-dan-sarung-02bMq

Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/definisi-santri-menurut-gus-mus-dw7wM

https://tirto.id/ej72

Artikel

Comments are disabled.