PUASA RAMADHAN BAGI PARA PEKERJA KERAS


Ditulis pada 9 April 2023.

Ustad Muhammad Fauzan
Penulis adalah Asatid PP. Bustanul Hikmah. pengurus LBM PCNU Lamongan

Puasa Ramadhan adalah puasa yang wajib dikerjakan bagi orang yang beriman,hal itu sesuai dengan penjelasan ayat Al Qur’an dalam surat Al baqoroh ayat 183.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.

Di bulan Ramadhan yang mulia memang seyogyanya setiap muslim memfokuskan diri dan bersungguh sungguh untuk beribadah kepada Allah, karena pahala di bulan Ramdhan dilipatgandakan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Al-Imam Abdullah bin Alawi Al-Hadadad memberikan nasihat dalam kitabnya Ar-Risalatul Muawanah:

ولا تدخل في شيء من أعمال الدنيا إلا إن كان ضروريا واجعل شغلك بأمر المعاش في غير رمضان وسيلة إلى الفراغ للعبادة فيه
Artinya “Seyogyanya jangan engkau masukan sesuatu dari amal dunia kecuali itu sesuatu yang harus, dan jadikan kesibukanmu tentang urusan penghidupan di selain bulan Ramadhan sebagai perantara untuk meluangkan waktu beribadah di dalamnya.” (Abdullah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad, Risalatul Mu’awanah.
Melihat fenomena dimasyarakat banyak berbagai macam keadaan seseorang dan berbagai macam profesi,diantaranya berprofesi sebagai pekerja keras,seperti halnya pekerja Kuli bangunan,pekerja buruh disawah,disamping pekerja berat, ada juga mereka yang sakit dengan berbagai kondisinya saat Ramadhan tiba. Ada di antara mereka yang sehat dan segar bugar. Ada lagi yang sudah yang tua renta, ada yang terbaring sakit, ada lagi yang dalam perjalanan/ musyafir( dalam tujuan kebaikan)

Perihal orang yang kesehariannya bekerja agak berat, dalam kitab Busyrol Karim dijelaskan:

ويلزم أهل العمل المشق في رمضان كالحصادين ونحوهم تبييت النية ثم من لحقه منهم مشقة شديدة أفطر، وإلا فلا. ولا فرق بين الأجير والغني وغيره والمتبرع وإن وجد غيره، وتأتي العمل لهم العمل ليلا كما قاله الشرقاوي. وقال في التحفة إن لم يتأت لهم ليلا، ولو توقف كسبه لنحو قوته المضطر إليه هو أو ممونه علي فطره جاز له، بل لزمه عند وجود المشقة الفطر، لكن بقدر الضرورة. ومن لزمه الفطر فصام صح صومه لأن الحرمة لأمر خارج، ولا أثر لنحو صداع ومرض خفيف لا يخاف منه ما مر.

Artinya, “Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap sawah saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat (berniat puasa di malam hari) Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh, tidak membatalkannya. Tiada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti dikatakan Syekh Syarqawi. Mereka boleh membatalkan puasa ketika pertama mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari, kedua ketika pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya atau pendapatan majikan yang mendanainya berbuka, terhenti. Mereka ini bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada dharurat. Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu. Tetapi kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini,( penjelasan dalam kitab busroh Karim)

Begitu juga sesuai keterangan Syeh Nawawi Al-Bantani. Tetapi sebelum membahas pekerja, kita perlu membahas terlebih dahulu status wajib puasa orang sakit. Karena kondisi pekerja berat akan diukur dari keadaan orang sakit sejauhmana tingkat kesulitan yang dialami keduanya. Keterangan ini bisa kita dapatkan dari Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam karyanya kitab Nihayatuz Zain sebagai berikut.

فللمريض ثلاثة أحوال إن توهم ضررا يبيح التيمم كره له الصوم وجاز له الفطر وإن تحقق الضرر المذكور أو غلب على ظنه أو انتهى به العذر إلى الهلاك أو ذهاب منفعة عضو حرم الصوم ووجب الفطر وإن كان المرض خفيفا بحيث لا يتوهم فيه ضررا يبيح التيمم حرم الفطر ووجب الصوم ما لم يخف الزيادة وكالمريض الحصادون والملاحون والفعلة ونحوهم

Artinya, “Ulama membagi tiga keadaan orang sakit. Pertama, kalau misalanya penyakit diprediksi kritis yang membolehkannya tayammum, maka penderita makruh untuk berpuasa. Ia diperbolehkan tidak berpuasa. Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi, atau kuat diduga kritis, atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan fungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa. Ia wajib membatalkan puasanya. Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah. Sama status hukumnya dengan penderita sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka,( syekh Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zein Halaman 189)

Dengan kata lain, bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, kewajiban puasa Ramadhan perlu dihargai. Dalam artian, kita tetap memasang niat puasa di malam hari. Kalau memang di siang hari puasa terasa berat, kita yang berprofesi sebagai pekerja berat dibolehkan membatalkannya dan menggantinya di luar bulan puasa.

Artikel

Comments are disabled.